My Blog


Tuesday, February 2, 2010

I Love Muhammad SAW

Dahulu kala, ketika Nabi Muhammad SAW sedang berkhutbah di hadapan para sahabatnya, tiba-tiba muncul seorang badui yang bertanya, “Kapan kiamat tiba?”. Nabi tak langsung menjawab, beliau pun melanjutkan khutbahnya. Si badui itu kembali bertanya, “Kapan kiamat tiba?”. Nabi tak menjawab pertanyaan itu, dan memberi isyarat agar si penanya diam, menunggu selesainya khutbah beliau. Setelah Beliau selesai berkhutbah, beliau berkata, “Siapa yang tadi bertanya?” si badui pun menjawab, “Aku ya Rasulullah.” Rasulullah pun bertanya kepada badui itu, “Apa persiapanmu menghadapi kiamat?”
Badui itu terdiam sejenak, lalu ia menjawab, “Aku tak mempersiapkan kiamat dengan memperbanyak shalat dan tidak pula memperbanyak puasa. Namun, aku mencintai Allah dan dirimu ya Rasulullah.” Mendengar jawaban ini, Rasulullah pun terdiam, kemudian beliau bersabda, ”Seseorang akan bersama siapa yang dicintainya.' Pengakuan jujur dari badui tadi hendaknya kita jadikan hikmah, dia tidak mengandalkan shalat dan puasanya karena dia menyadari bahwa shalat dan puasanya belum tentu sempurna. Tetapi dia yakin kecintaannya kepada Allah dan Rasulullah yang akan membawanya ke jalan keselamatan kelak. Dan ternyata Rasul pun menjamin bahwa siapapun kelak akan dikumpulkan bersama orang yang ia cintai.
Lalu bagaimana dengan kita? apa yang hendak kita siapkan sebagai bekal untuk menghadapi kiamat? apakah shalat kita? atau zakat, puasa, haji yang kita lakukan? Yakinkah kita bahwa shalat ataupun semua ibadah yang kita lakukan selama ini benar-benar karena Allah atau ada maksud-maksud tertentu? Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa para sahabat tidak pernah merasa segembira ketika mendengar hadist diatas. Apa sebab? Karena para sahabat “tak berani” mengandalkan ibadahnya ketika nanti menghadap Allah SWT. Mereka merasa tak layak untuk bertemu Allah, sementara amal mereka masih “sedikit”. Para sahabat yang shalatnya sangat khusyuk, sampai-sampai tak merasakan panah yang menembus tubuhnya merasa tak layak untuk bertemu Allah, lalu bagaimana dengan kita yang ketika shalat pun sering membayangkan dan melakukan kemaksiatan, pantaskah kita menghadap Allah?
Jika para sahabat sangat gembira mendengar hadist diatas, itu hal yang sangat wajar. Siapa yang berani meragukan kecintaan mereka kepada Allah dan Muhammad SAW? Mushab bin Umair contohnya, ketika ibunya mogok makan, ia pun segera membujuk agar ibunya menghentikan tindakan itu. Namun, sang ibu tetap bersikeras bahkan berkata ia akan mogok makan sampai Mushab meninggalkan agama Muhammad. Apa jawaban Mushab, “Wahai ibu, jikalau engkau mempunyai seratus nyawa, engkau mati lalu hidup lalu mati lalu hidup lagi, aku tak akan meninggalkan Muhammad SAW.” Inilah gambaran betapa besar rasa cinta para sahabat kepada Nabi SAW.
Lalu sebesar apa rasa cinta kita kepada Nabi Muhammad SAW? Seorang ulama memberikan resep yang jitu mengenai tolak ukur kecintaan kita kepada Nabi Muhammad. Yaitu bayangkan ada malaikat yang mendatangi kita dan ia memerintahkan untuk mensedekahkan sebagian harta kita kepada fakir miskin, kemudian ia memberi jaminan Rasulullah akan menemui kita dalam mimpi. Jika ternyata kita merasa berat untuk melepas harta tersebut, berarti kita belum mencintai Nabi Muhammad. Puluhan bahkan ratusan para sahabat telah memberi contoh betapa harta bukan apa-apa bagi mereka jika dibandingkan dengan kecintaan terhadap Muhammad SAW. Jika untuk beribadah dengan khusyuk dan ihlas kita tak mampu melakukannya, dan ternyata cinta kita terhadap Muhammad SAW hanya sebuah lip service, bekal apa yang hendak kita bawa kelak saat berjumpa Allah di mahsyar? [ MZ ]

________________________________________

Artikel Lainnya di Bank Data Majalah
Online sejak 2 Mei2002/19 Safar1423 H

1 comment:

  1. pak bagiamna caranya yang itu untuk upload??????? buatki dulu web hosting???? tamin TKJ bone

    ReplyDelete

Silahkan isi Saran dan kritik anda yang membangun. Thanks